Cerita beserta nama pengarang ke email tiffanyangelaiiia@yahoo.com agar ceritamu di tampilkan di sini
Selamat Tinggal Mamaku By. Hana Al Aulia
pada suatu hari
Aku terduduk lemas diruang tunggu rumah sakit, saat mendengar kabar kalau mama sedang sakit dan masuk ruang UGD. Berjuta perasaan dan pikiran buruk menghantuiku, dia seolah-olah merasuki hati dan fikiranku. Aku bertambah tidak karuan ketika aku melihat seorang dokter menutup pintu ruangan tempat dimana mama dirawat. Didalam penantianku, aku hanya bisa berdo’a dan pasrah kepada Allah SWT. Agar ibundaku tercinta bisa dibebaskan dari penyakitnya. Dalam do’a itu aku memohon kepada tuhan supaya mama bisa terselamatkan dan bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala.
“Ya Allah, sembuhkanlah ibunda hamba, angkatlah semua penyakitnya ya Allah.....” begitulah sekiranya do’a yang aku panjatkan pada sang maha kuasa. Lima belas menit telah berlalu, dan dari kejauhan tampak seorang Dokter berjalan menuju kearah ruang tunggu. Dan Dokter itu berhenti didekatku. Dia kemudian bertanya”, apakah disini ada keluarganya?” lalu aku mnjawab,” Ya ada, saya anaknya. Bagaimana keadaan mama saya, Dok?” ujarku penuh tanya dan pengharapan terhadap kesembuhan mama. “Alhamdulillah, kami tim medis sudah berusaha keras dan hasilnya mama kamu baik-baik saja.” Katanya memberi pengharapan kepadaku. “ saat ini kondisinya sudah berangsur-angsur membaik dan hanya perlu banyak istirahat.” Lanjut Dokter menerangkan kondisi mama padaku. “Syukurlah kalau sperti itu, terimkasih Dokter.” Ucapku pada Dokter yang menangani mama dirumah sakit itu. “ Dokter, apa saya boleh menjenguknya?” kataku lagi.
“Oh tentu, silakan.” Jawab Dokter itu penuh senyum diwajahnya. Seketika itu kutepis jauh-jauh semua fikiran buruk tentang kondisi mama. Air mata kesedihanku kini tampak mengering dan berganti dengan air mata kebahagiaan. “Terima kasih Ya Allah, engkau telah memberiku kesempatan untuk berada disampingnya lagi. “Ucapku lirih. Setibanya aku diruang 210, tempat dimana mama dirawat, aku langsung duduk dikursi disamping kasur tempat mama berbaring. Aku membelai rambut mama yang kusam dan mengering itu dengan penuh kelembutan dan kasih
Tidak hanya air mata penyesalan yang keluar dari mataku, akan tetapi aku juga menagis terharu saat ingat akan perjuangan mama ketika dia berusaha membesarkanku tanpa sang ayah disisi kami. Sejenak aku terdiam. Dalam lamunanku itu, aku kembali teringat saat-saat dimana mama dengan penuh kasih sayangnya membelaiku, saat masih bisa mnemaniku, memanjakanku, dan mengajarkanku arti kehidupan.
Bagiku, ia sangat menyenangkan. Dia adalah sosok seorang ibu sekaligus teman, yang mungkin tidak semua anak dapat merasakannya. Sungguh betapa beruntungnya aku mendapatkan mama yang seperti dia. Lalu fikiranku kembali ke beberapa tahun yang lalu, ketika aku mulai tumbuh besar dan bisa berfikir sendiri. Dan ketika itu aku baru berusia 4 tahun dan baru saja memasuki masa pertama dalam kancah pendidikan. Aku masuk SD pada usia itu, banyak hal yang aku lakukan pada usiaku yang masih sangat belia itu. Pada saat itu, aku tumbuh menjadi seorang anak yang manja, aku bahkan mulai membatah perkataan mamaku. Aku sering pulang malam, dan aku mulai tak memperhatikan perkataan mama.
Hal itu tentu membuat mama sangat khawatir. Mama selalu tabah menasihatiku, dia selalu menasihatiku dengan penuh kesabaran dan perhatian. Kekerasan dan ego tak pernah ia gunakan dalam mendidikku, tapi agamalah yang menjadi pedomannya untuk terus membimbingku kepada kebaikan dan kebenaran. Ketika aku tersadar dari lamunanku, aku merasa kalau hatiku telah luluh. Aku benar-benar tak tega melihat kondisi mama, apalagi jika melihat usaha mama dalam membesarkanku. Mama selalu bekerja keras mencari nafkah untuk kami, dia selalu membating tulang siang dan malam, serta rela melakukan apa saja demi aku, anaknya. Sejak saat itu aku bertekad untuk merubah diriku dan menjadi anak yang baik serta berguna bagi orang tuaku. Kesedihanku benar-benar pecah ketika aku teringat sosok Almarhum ayah yang lebih dulu meninggalkan aku dan ibu. Aku teringat perjuangan yang ia lakukan untuk kami. Aku juga teringat saat dimana ayah selalu mengajarkanku arti kehidupan dan tujuan hidup ini. Tangisku meledak seketika, air mataku terus mengalir dari pipiku dan menuju kasur yang ibu pakai untuk berbaring.
Ayah meninggal ketika terlalu banyak beban yang harus ia tanggung, maklum ayah selalu berkerja hingga larut malam. Dan hal itu sangat menganggu kesehatannya. Saat teringat akan hal itu, aku benar-benar merasa sudah tidak ada artinya lagi hidup didunia ini. Aku tidak bisa mengantikan sosok ayah, tapi aku justru membuat mama tambah menderita karena harus menanggung beban keluarga sendirian. Dalam hatiku hanya terucap dengan lirih kata maaf, sebagai tanda penyesalanku terhadap sikapku selama ini pada orang tuaku.
Kepergian ayah benar-benar membuat beban yang ibu pikul bertambah berat dua kali lipat. Tubuhnya yang semula indah, khas seorang wanita, kini telah berubah menjadi seorang wanita yang kurus dan tidak terlihat menarik lagi. kulitnya yang kusam dan penuh keringat yang bercucuran didahinya menggambarkan betapa beratnya pekerjaan dan beban yang harus mama pikul. Selama itu pula tak pernah kudengar keluh kesah ataupun penyesalan dari mama selama aku berada disampingnya. Ia benar-benar sosok wanita yang mulia.
Lama aku terdiam, tiba-tiba lamunanku harus berakhir ketika seorang Dokter masuk keruangan kami untuk memeriksa keadaan ibu. ”Bagaimana keadaan ibu saya, Dok?” tanyaku. “Oh, kamu tenang saja, kondisi ibumu sudah stabil.” Jawab Dokter itu singkat. “Kalau begitu, apa saya sudah bisa meninggalkannya untuk sementara? Karena saya harus kembali sekolah.” Tanyaku lagi.
“baiklah kalau begitu, anda sudah bisa meninggalkannya sekarng. Biar Suster yang menjaga dan menemani mama anda.” Jawab Dokter menyakinkanku. Setelah Dokter meninggalkan ruangan, aku mencium kening mama dengan lembut seraya mengucapkan sebuah kalimat ketelinganya. “Cepat sembuh ya, mama....” ucapku lirih sambil kulangkahkan kaki keluar ruangan. Keesokkan harinya, sesaat sebelum berangkat ke rumah sakit, tanpa disengaja aku melihat kalender yang ada disudut dinding kamarku. Ternyata hari ini tanggal 21 Desember.
“Astaghfirullah, aku hampir lupa kalau besokkan hari ibu? Lalu sesegera mungkin aku pergi ke rumah sakit. Namun, sebelum ke rumah sakit aku sempatkan diriku untuk pergi ke toko kue, untuk membelikan sebuah kue Tart kesukaan mama. Lalu aku juga membeli empat buah lilin yang biasa digunakan untuk lilin kue ulang tahun. Semua itu aku lakukan sebagai tanda pengharapanku supaya mama segera sembuh dan tentunya sebagai bentuk balas jasa atas perjuangan mama selama ini.
Setelah selesai membeli kue, aku kembali melanjutkan perjalanan ke rumah sakit. Selama perjalanan aku tak henti-hentinya membayangkan bagaimana reaksi mama ketika menerima kue kesukaannya. Aku tidak pernah lupa untuk menyelipkan sepotong do’a pada Allah, agar mama segera sembuh dan bisa kembali kerumah secepatnya. Ketika aku sampai dirumah sakit, jam sudah menunjuki pukul 22.30 WIB. Artinya hanya menungggu butuh satu setengah jam lagi hari ibu akan tiba. Karena kelelahan dari perjalanan, akhirnya aku tertidur di kursi dalam kamar dimana mama dirawat. Ketika aku terbangun dari tidurku, aku melihat jam yang ada di kamar rumah sakit itu sudah menunjukan pukul 23.50 WIB. Itu pertanda kalau sepuluh menit lagi pukul 00.00 WIB dan itu adalah waktu yang aku tunggu-tunggu.
Aku mulai menancapkan satu persatu lilin pengharapan keatas kue Tart itu. Saat aku mulai membakar sumbu lilin, aku mulai mengenggam erat tangan ibu. Tangannya terasa hangat, sehangat perhatiannya kepadaku selama ini. Dan dengan segera aku bakar lilin-lilin itu.
“Mama, lihatlah empat lilin itu. Aku berharap kesembuhan untuk penyakitmu dengan lilin yang pertama itu dan begitu pula pada lilin yang kedua, aku ingin mama tahu kalau aku selalu sayang sama mama. Lalu dililin yang ketiga, aku ingin suatu saat nanti, mama melihatku menjadi orang yang berhasil dan bisa membahagiakan keluarga. Dan lilin yang terakhir, aku ingin membuat mama bahagia dengan segala kemampuanku...” ucapku pada mama yang masih terbaring lemas ditempat tidur.
Aku tak mampu menahan kesedihanku, mama menangis melihat aku. Tangisan yang seolah-olah membuat seluruh isi ruangan dikamar itu ikut sedih. Pukul 00.05 WIB, suasana sangat hening, aku hanya bisa terdiam seraya menantap wajah mama dengan tatapan kosong. Aku melihat wajah ibu sedikit pucat, entah apa yang terjadi aku tak tahu. Tiba-tiba aku tak sengaja menyanyikan sebuah lagu.
“kasih ibu, kepada Beta, tak terhingga sepanjang masa...
Hanya memberi, tak harap kembali... bagai sang surya menyinari dunia”
Hanya ini yang mampu aku persembahkan untuk mama. Kemudia aku kembali menyanyikan lagu itu untuk kedua kalinya. Dengan sangat tenang kuletakkan tangan kananku pada tangannya dan tangan kiriku dikening dan rambutnya. Aku tak mampu lagi untuk melanjutkan nyanyianku itu hingga akhir, hanya air mata yang sanggup mengantikannya.
Tepat pukul 00.20 WIB, mamaku mengenggam tanganku erat-erat, dan menarik nafas dalam-dalam sebanyak tiga kali. Aku baru sadar kalau itu adalah pertanda ia akan meninggalkanku untuk selama-lamanya. Tiba-tiba garis-garis di. layar menjadi lurus
Tak mampu keelak lagi, air sudah tenang meninggalkanku menghadap sang pencipta.
“Mama....mama...jangan tinggalkan aku.....” ujarku lemas. “Selamat Ha....ri...ibu....., maafkan aku yang tak sempat membahagiakanmu....” kataku penuh penyesalan. Mama meninggalkanku pada tangga 22 Desember, tepat dimana seorang anak yang dilahirkan dari rahimnya membenihkan sebuah perhatian dan kasih sayang serta belajar untuk memaknai arti penting kehadiran sosok ibu dihidupnya. Dan ibu juga meninggalkan empat lilin pengharapan yang belum sempat ditiupnya.
Sejak malam itu, aku benar-benar merasakan tiada artinya lagi hidup didunia ini. Sebab semua yang aku cintai dan aku sayangi sudah pergi meninggalkanku. Ayahku, mamaku, dan yang lainya telah tiada disampingku. Hari-hariku benar-benar sepi, sunyi, hampa, dan hampir tidak ada senyum dihari-hariku. Aku benar-benar merasa kehilangan seorang yang paling berarti dalam hidupku. Wajah manis mama selalu membayangi hari-hariku, saat dimana mama tertawa, ketika dia mengajarkanku arti hidup, saat dimana dia mengajarkanku mata pelajaran yang paling tidak aku sukai. Disitu wajah mama selalu muncul, disudut kamar, diruang tamu, dapur, hampir seluruh ruangan wajah mama selalu hadir.
Dalam shalatku, aku tak kuasa menahan tangisku. Sampai-sampai tempat sujudku penuh dengan tetesan air mata. Aku belum pernah merasakan kesedihan yang amat dalam seperti itu. Ketika ayah meninggalkan kami, aku tidak sesedih itu, entah apa karena aku masih sangat kecil ketika itu atau apa, aku tak tahu. Tapi yang jelas, semenjak kepergian mama dari sisiku, aku benar-benar merasa kehilangan.
Sesaat setelah shalat aku sempatkan diriku untuk berdo’a pada Allah, agar mama dipertemukan dengan ayah disurga sana. Dan mereka menjadi tentangga rasul disurga. Setelah selesai berdo’a aku mengambil buku harianku yang penuh dengan foto mama dan ayah, lalu kutiliskan sebuah puisi dalam buku itu sebagai tanda kasih sayangku pada mama.
BUNDA
Bunda………
Semenjak kepergianmu dari sisiku
Aku merasa hampa dan tersiksa
Hidup selalu penuh derita
Bunda……..
Dulu kau selalu membelai daku
Dulu kau selalu bercerita untukku
Sampai aku terlelap di pangkuanmu
Karena mendengarkan cerita mu yang indah
Tapi kini semua hanya tinggal kenangan
Kau telah pergi jauh meninggalkan daku
Untuk selamanya
Bunda……..
Andai kau tahu tentang nasibku kini
Aku yakin kau pasti bersedih
Karena melihat aku yang semakin hari semakin menderita
Tapi aku tidak akan membiarkan kesedihanmu bunda
Aku akan bangkit dan berusaha
Untuk meraih apa yang bunda cita-citakan
Bunda……
Selamat jalan bunda
Doaku menyertaimu bunda
Itulah sebuah puisi yang aku tulis dalam buku harianku, aku benar-benar tak mampu lagi menahan air mataku ketika menat wajah-wajah ayah dan mama yang ada ditiap lembaran album buku diaryku. Hingga pada lembaran yang terakhir aku tuliskan sebuah kalimat untuk mama. “mama.., maafkan aku, aku merindukanmu. Selamat jalan mama, semoga mama tenang dan bahagia dialam sana. Aamiin...”
Kepo... By. Melliandri Elsa
Miss
kepo. Itulah julukan yang diberikan kepada Kanya. Miss Kepo yang satu
ini adalah anak terkepo, dan anak terkuper di sekolahnya. Uh, pokoknya
is very very deh.
Oya, aku belum memperkenalkan diriku. Namaku Hiroko Namishuri. Aku anak Jepang. Tapi, bersekolah di Islamic School.
"Hai, Kany."sapaku.
"Hai, juga Hiroko . Aku boleh tanya?"tanya Kanya
"Apa dulu nih?"tanyaku sambil bergandengan tangan.
"Tadi, aku denger si Alice sama Tanti lagi ngomongin sesuatu. Terus, dia ngomong kursi roda. Kursi roda itu apa sih?"tanya Kanya
"Ya, allah. Kursi roda nggak tahu? Hhhh...Kursi roda
itu alat bantu yang digunakan oleh orang yang mengalami kesulitan
berjalan menggunakan kaki, Kanya Putri."jelasku.
Setelah itu kami berpisah di kelas. Kanya menuju tempat
duduk. Sedangkan, aku menuju papan tulis untuk menulis sesuatu. Lalu,
aku duduk.
Kring....Kring....Kring....
Bel berbunyi. Kami llu belajar. Pertama pelajaran IPA, MTK, IPS, Agama. Lalu, istirahat.
Semua anak sedang duduk melingkar dibawah kecuali
Kanya. Kami sedang membicarakan acara jalan-jalan kelas kami ke sebuah
mall yang luas, besar, lengkap dan semuanya serba murah.
"Bagaimana dengan kendaraannya?"tanya Fira, salah satu temanku.
"Gunakan mobil Alice, Tanti, Hiroko, dan Nevi."jelas Callo, sang ketua kelas.
"Biaya?"tanya Fira lagi.
"Patungan satu anak tiga puluh ribu. Nanti, kalian bawa uang lagi sendiri."jelas Dyena, sahabat Kanya.
"Oh ya, emang kita mau kemana aja?"tanya Agung.
"Pertama kita ke bioskop, timezone, makan, sholat, gramedia, terus karaoke."jelas Callo
Saat kita sedang musyawarah dengan tujuan mencapai kata
mufakat, tiba-tiba miss Kepo datang. Sambil berlari-lari membawa sebuah
catatan.
"Lagi ngomongin apa sih?"tanya Kanya penasaran.
Kami semua merasakan hal yang sama. Tanpa sadar kami semua termasuk Kanya berkata....
"KEPO......."
Sepeda Baru Lucy By. Chisia Heraldi
Suatu hari, Lucy sedang berada di sekolah. Ia melihat teman- teman
sedang bermain sepeda. Ia iri melihat semuanya sedang main sepeda
sedangkan di hanya duduk melihat teman-temannya bermain sepeda.
Mengapa ia sedih? Karna dia tidak mempunyai sepeda. Ia hanya bisa
melihat dan mengagumi sepeda teman-temannya. Waktu mau pulang sekolah
ada teman Lucy yang namanya Putri.
Putri bertanya ke Lucy,
“Why are you staring my bike?”
“Eh...gak apa-apa. Lho kok kamu pake bahasa Inggris?” jawab Lucy.
“Ya... sekali– sekali pake bahasa Inggris emangnya gak boleh? kata Putri.
“Kamu mau aku boncengin gak?” tanya Putri.
“Serius nih?” tanya Lucy.
“Serius kok,” jawab Putri.
Lucy pun naik ke boncengan Putri, dengan senang. Lalu mereka pun
pulang. Ketika Lucy sampai di rumah, dia bertanya kepada ibunya,
“Bu, aku ulang tahun tanggal berapa?”
“Juni tanggal 29” kata Ibu.
“Sekarang bulan apa?” tanya Lucy lagi.
“Sekarang bulan Mei .”
“Sekarang tanggal berapa?”
“Tanggal 17,” jawab Ibu.
“ Udah mandi sana nanya terus, kan masih lama ulang tahun kamu,” kata ibu lagi.
“Iya ini juga mau mandi kok,” jawab Lucy .
Setelah satu bulan,
“ Aku udah mau ulang tahun dong bu?” tanya Lucy.
“Iya,” jawab Ibu singkat.
Waktu tanggal 29, Lucy ulang tahun ke-8. Ulang tahun Lucy dirayakan
bersama teman-teman.di sana,ada Putri juga.Waktu acara buka kado ada
kado meriah dari ibu, kado itu besar tidak di bungkus Ternyata kado
itu adalah sepeda! Lucy sangat senang.
“Terima kasih Bu!” seru Lucy sambil memeluk Ibunya.
“Sama-sama..” jawab Ibunya sambil tersenyum.
Keesokan harinya, Lucy pergi ke sekolah memakai sepeda. Lalu, ada
seorang teman Lucy, namanya Tiara, meminjam sepeda Lucy. Kemudian,
Tiara terjatuh. Lucy sangat marah, karna sepedanya rusak. Pulang
sekolah Lucy menyesal karna belum minta maaf ke Tiara.
Sampai dirumah Lucy menceritakan hal yang dia alami tadi di sekolah ke
ibu. “Kamu harus minta maaf ke Tiara,” Kata Ibu tegas.
Keesokan harinya Lucy cepat-cepat menemui Tiara. Lucy ke sekolah naik sepeda.
Tapi kata Putri, “Tiara gak masuk soalnya dia takut di marahin lagi sama kamu.”
Lucy kaget. Pulang sekolah Putri dan Lucy ke rumah Tiara. Ternyata
yang membuka pintu pembantu Tiara. Ketika Tiara mengetahui bahwa Lucy
dan Putri datang,Tiara langsung lari ke kamarnya. Lalu Lucy bilang
“ Tiara, aku kesini mau minta maaf ke kamu.”
Lalu Tiara langsung keluar dengan pelan dan memeluk Lucy.
“Aku minta maaf juga ya udah merusak sepeda kamu.” kata Tiara. “Ok,
kalau begitu besok kita naik sepeda sama-sama ya..” kata Lucy. Lalu
semuanya menjadi rukun.
Tamat
Langganan:
Postingan (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Nama :
Umur :
Email :